Jumat, 17 April 2009

Legenda Jaka Tole

Tersebutlah seorang anak Madura bernama Jaka Tole. Karena kesaktiannya, ia berhasil menegakkan pintu gerbang Keraton Majapahit.
 Agaknya nama Jaka Tole mempunyai nilai tersendiri di hati Raja Majapahit. Oleh karena itu, jika ada hal – hal yang sulit diatasi, Jaka Tole disuruh mengatasinya. Jika ada pemberontakan yang bertujuan mengurangi kekuasaan Majapahit, Jaka Tole diperintahkan Raja memimpin pasukan untuk memadamkan pemberontakan itu.
 Jaka Tole ternyata seorang prajurit yang tangkas dan cekatan dalam memimpin pasukan. Setiap pemberontakan terhadap Majapahit selalu berhasil ia padamkan dengan tidak terlalu banyak memakan korban. Tidak aneh kalau Raja sangat sayang kepadanya. Ia sering mendapat hadiah dari Raja.
 Karena Raja sangat sayang kepada Jaka Tole, ada beberapa orang iri hati kepadanya. Mereka yang merasa tidak senang itu menyebarkan fitnah bahwa kesetiaan Jaka Tole kepada Raja hanya setengah – setengah. Jaka Tole berjuang bukan untuk kejayaan Majapahit, tetapi sekadar mendapatkan hadiah dari Paduka Raja.
 Fitnah itu akhirnya sampai ke telinga Raja. Raja sebenarnya ragu akan kebenaran berita itu. Raja pun memutuskan untuk menguji kesetiaan Jaka Tole.
 “Jaka Tole akan kunikahkan dengan putriku yang buta,” kata Raja dalam hati, “kalau ia menolak, pertanda ia tidak taat kepadaku. Berarti berita bahwa ia tidak setia kepadaku itu memang benar. Tetapi, apabila ia mau menikah dengan Dewi Ratnadi, putriku yang buta, berarti berita yang dilaporkan orang kepadaku hanya fitnah belaka.”
 Raja pun memanggil Jaka Tole. Setelah Jaka Tole menghadap, Raja mulai berbicara, “ Jaka Tole, aku mempunyai seorang putrid bernama Dewi Ratnadi. Maukah engkau seandainya ia kujodohkan denganmu?”
 “Saya siap dijodohkan dengan putri Paduka,” jawab Jaka Tole dengan suara tegas.
 “Tetapi, apakah engkau tidak menyesal di kemudian hari?” Tanya Raja
 “Mengapa saya akan menyesal?” Tanya Jaka Tole
 “Ketahuilah,” kata Raja menjelaskan, “putriku ini buta. Apakah engkau tetap bersedia mengawininya?”
 “Saya tetap bersedia,” jawab Jaka Tole dengan suara mantap.
 Raja tersenyum gembira mendengar jawaban Jaka Tole yang meyakinkan itu.
 Beberapa hari kemudian, pesta pernikahan Jaka Tole dan Dewi Ratnadi dirayakan di pusat kerajaan Majapahit. Ada bermacam – macam komentar atas pernikahan itu. Orang – orang yang tidak senang kepada Jaka Tole menganggap pengantin yang sedang bersanding merupakan lelucon yang tidak lucu. Mengapa? Karena mempelai pria gagah seperti Arjuna, sedangkan mempelai wanita buta. Pihak yang senang kepada Jaka Tole merasa tidak puas karena Jaka Tole yang besar jasanya kepada Negara Majapahit dinikahkan dengan putri yang buta. Menurut mereka, Jaka Tole sepantasnya dijodohkan dengan putri raja yang paling cantik.
  Setelah upacara dan pesta pernikahan itu selesai, Jaka Tole dan istrinya minta izin kepada Raja untuk pulang ke Sumenep. Raja mengizinkan meraka.
 Para pegawai keraton pun menyiapkan tandu untuk mengantar Dewi Ratnadi ke Sumenep, tetapi Jaka Tole menolak untuk diantar. “Selagi badan saya masih kuat untuk menggendong Dewi Ratnadi, izinkanlah kami pulang berdua saja.”
 Sambil menggendong istrinya, Jaka Tole berangkat ke arah timur meninggalkan pusat pemerintahan yang indah permai. Meskipun Dewi Ratnadi buta, Jaka Tole tetap menunjukkan rasa sayang kepada istrinya itu. Dalam perjalanan, ia selalu mencarikan buah – buahan yang disukai Dewi Ratnadi. Putri tidak menyangka Jaka Tole akan mencintainya sedemikian rupa.
 Setelah sampai di pelabuhan Gresik, Jaka Tole dan istrinya beristirahat beberapa hari di Bandar yang ramai disinggahi perahu – perahu dari berbagai negeri. Kemudian, mereka menyeberang laut menuju ujung Barat Pulau Madura. Setelah naik ke darat, Dewi Ratnadi ingin mandi. Jaka Toloe bingung karena di sekitar tempat itu tidak ada sumur atau sungai. Lalu, ia mengambil tongkat Dewi Ratnadi dan menancapkannya ke tanah. Setelah tongkat itu dicabut, keluarlah air yang memancar dari dalam tanah langsung menyemprot wajah Dewi Ratnadi.
 “Kanda Jaka Tole,” teriak Dewi Ratnadi dengan gembira, “aneh sekali, mata saya sekarang bisa melihat.”
 “Benarkah itu, Dewi?” tanya Jaka Tole setengah tidak percaya.
 “Betul,” jawab Dewi Ratnadi, “untuk apa saya berdusta. Coba lihatlah kedua mata saya. Saya sekarang sudah bisa memandang wajah Kanda.”
 Jaka Tole pun memperhatikan mata istrinya. Tampak mata Dewi Ratnadi sudah terbuka dengan biji mata seindah bintang kejora. Hati Jaka Tole sangat gembira.
 Setelah puas mandi, Dewi Ratnadi pun berganti pakaian. Kini, ia bisa memilih sendiri pakaiannya karena kedua belah matanya dapat melihat dengan sempurna.
 Air yang keluar dari dalam tanah itu akhirnya menjadi sumber air yang sangat jernih. Tempat itu sampai sekarang disebut Soca, artinya mata. Mungkin karena di tempat itu mata Dewi Ratnadi yang buta dapat melihat.
 Dalam perjalanan selanjutnya, Dewi Ratnadi tidak perlu digendong. Selain sudah bisa melihat, badannya terasa sehat sekali. Mereka terus berjalan ke arah timur.
 Berhati – hari lamanya mereka berjalan melewati dataran rendah yang luas dan naik turun perbukitan. Mereka tidak susah mencari makanan karena daerah yang mereka lalui itu banyak terdapat buah.
 Ketika tiba di sebuah tempat, Dewi Ratnadi ingin mandi. Jaka Tole pun menancapkan tongkatnya ke tanah. Keluarlah air yang sangat deras.
 Setelah selesai mandi, Dewi Ratnadi terkejut karena pakaian dalamnya dihanyutkan air yang sangat deras alirannya. Ia segera memberi tahu suaminya. Tanpa pikir panjang, Jaka Tole pun memanggil air yang menghanyutkan pakaian dalam istrinya. Air yang jauh mengalir itu pun membelok dan mendekat ke arah Jaka Tole. Setelah pakaian itu tiba di dekatnya, Jaka Tole cepat memungut dan mengembalikannya kepada Dewi Ratnadi.
 Sumber besar yang terletak di sebelah timur laut kota Sampang itu sampai sekarang disebut Omben. Kata omben berasal dari bahasa Madura, amben, yang berarti pakaian dalam wanita.
 Perjalanan Jaka Tole dan Dewi Ratnadi pun diteruskan menuju ke timur. Setelah sampai di Sumenep, Jaka Tole disambut gembira oleh ayah bundanya serta masyarakat Sumenep. Apalagi Jaka Tole membawa pulang istri yang cantik rupawan.
 Kakak Jaka Tole dari puhak ibu bernama Pangeran Saccadiningrat adalah seorang Raja yang memerintah negeri Sumenep. Pemerintahannya di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Saccadiningrat memasuki usia tua, Jaka Tole pun dinobatkan sebagai adipati yang memerintah wilayah Sumenep. Di bawak kepemimpinan Jaka Tole, masyarakat Sumenep benar – benar merasakan kemakmuran dan keadilan.

Kesimpulan
Cerita ini termasuk legenda karena mengisahkan asal usul nama sebuah tempat. Legenda ini memberi pelajaran agar orang yang ingin hidup mulia harus tahan menderita. Manusia yang bermental baja dan tahan menderita dalam mencapai cita – cita dengan tetap menghargai hak dan kepentingan orang lain, niscaya akan cepat mencapai cita – cita itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar