Rabu, 20 Mei 2009

“Sudah terlambat! Bahkan Tuhan pun tahu itu!”

Ini adalah kisahku dengan empat orang temanku. Aku adalah Lily, mahasiswi semester enam di salah satu universitas terkemuka di Surabaya. Keseharianku penuh dengan kesepian, aku tinggal sendiri di rumah yang cukup besar dan megah (kata teman – teman sich). Papiku adalah pemimpin beberapa perusahaan yang tersebar di seantero jagad (aku menyebutnya begitu), papi tidak pernah di rumah, selalu melakukan perjalanan bisnis dan hanya setahun sekali pulang ke Indonesia. Aku hanya ditemani pembantu dan supir saja. Aku memiliki kakak laki – laki, Anthony. Dia berada,lebih tepatnya tinggal menetap di Australia bersama mami, membantu mami mengelola pusat perbelanjaan di Melbourne. 
 Hari ini matahari bersinar begitu cerah. Aku berencana untuk menghabiskan hariku dengan James, sahabatku. Aku dan James sudah berteman sejak setahun yang lalu, kami selalu berbagi, baik suka maupun duka. Terkadang persahabatan kami disertai konflik-konflik yang membuatku marah, atau membuat James jengkel. Tetapi sungguh, itu hanya konflik kecil yang semakin mempererat persahabatan kami, hanya persahabatan ataukah?. Selain James, aku punya empat orang teman baik, Lolita, Joe, Rayhan, dan Ellya 
 “Lily...ayo berangkat!” teriak Ell
 “OK...wait me for a minute!” teriakku dari kamar.
Aku turun dan melihat kelima sobatku telah menunggu dengan manyun-manyun.
 “he..he..he..sorry guys!lama ya nunggunya?” tanyaku tanpa dosa
 “enggak kok, baru juga sejam...sampe’-sampe’ dirubung semut!”kata Joe sengit
 “sudah..sudah..ayo kita berangkat!Pak Kardi sudah manasin mobil tuch!” kata James
 “ah...kau ini James,selalu saja membela Lily” ejek Loly
Aku tak tahu apa maksud perkataan Loly tadi. Tapi kata-kata itu membuat James tertunduk.
Kami berniat menghabiskan akhir pekan di perkebunan teh milik ayah Rayhan. Rayhan anak konglomerat pengusaha teh terkemukan di kota kami. Tetapi ia tidak terlihat seperti anak orang berada, ia selalu bersahaja dan sederhana. Itu yang membuat kami kagum pada Rayhan. Perjalanan ke perkebunan memakan waktu 6 jam. Maklum jalannya sangat berliku. Pukul 4 sore kami baru tiba di perkebunan teh Rayhan.
“eh...den Rayhan sudah datang. Mari masuk den, kamarnya sudah bibi siapkan!” sambut bik ijah
“bik,,,jangan panggil den ya,,,please...! aku malu bik,kan ada teman-temanku!”ucap Rayhan pelan. Dan Bik Ijah hanya manggut-manggut.
Bik Ijah menunjukkan letak kamar tidur kami. Kamar cowok disebelah kanan lorong dan kamar cewek ada di sebelah kiri lorong yang sama. Kamar mewah dilengkapi dengan AC dan satu buah tempat tidur besar menyambut kami. Pemandangan di luar jendela begitu indah, hingga aku tak rela berkedip untuk memandangnya.
“hei..kok melamun?mikirin aku ya” kata James tiba-tiba berada tepat di sebelahku.
“Deg” jantungku berdegup ketika aku berpaling, wajah James tepat di depanku.
“ups..sorry!!!” kata James sambil memundurkan badannya.
“ah..kau itu, mengagetkan saja!!” kataku
“hei..kenapa berdiam di kamar saja, anak-anak sudah menunggu di bawah untuk jalan-jalan” kata James
“oh..iya,,ya,,kita kan mau melihat matahari terbenam di bukit belakang villa” kataku sambil berlari keluar kamar.
James hanya melihatku keluar kamar dan ia pun mengikutiku. Dalam perjalanan aku hanya terdiam, aku berpikir keras, mengapa akhir-akhir ini aku dan James begitu jauh. Walau kami selalu berada di satu tempat yang sama tetapi rasanya ada 1000 mil jarak di antara kami. Dan jantungku sering berdegup tak karuan ketika berada di dekatnya. Perubahan itu ternyata terjadi pada James juga. Ia selalu tertunduk ketika ada candaan tentangku dan dia. Ada apa ini? Aku tak mungkin jatuh cinta pada sobatku sendiri. Ah..pusing aku memikirkannya.
“hei..non kenapa melamun saja?” kata Joe sambil menepuk pundakku.
“hei..hei..hei..kaget tau!!”kataku sambil memukul-mukul bahu Joe.
“ampun..ampun..ampun..!”teriak Joe. Lalu kami berkejaran di sekeliling pohon teh. Begitu menyenangkan, aku dapat tertawa lepas. Seperti tanpa beban. Tapi ketika kulihat raut wajah James, ia terlihat tidak senang.
“hei..kalian berdua..hentikan..James tak suka melihatnya!” kata Rayhan sambil melingkarkan tangannya di leher James.
“kau bicara apa..!” sergah James sambil melepaskan tangan Rayhan dengan kasar, kemudian berjalan menjauh.
“kenapa dia? Aneh sekali. Tak biasanya dia seperti itu!!” kata Loly keheranan.
“kau keterlaluan Ray,,!”kata Ell.
“kalian bicara apa sich...? aku nggak ngerti dech?!?!?!”kataku keheranan.
Jalan-jalan kami tidak berjalan mulus, karena pertengkaran kecil tadi. James tetap cemberut. Rayhan malah semakin menggodanya. Aku jadi heran melihat sikap teman-temanku. Sungguh tak seperti yang ku harapkan.
“ayo pulang..!” ajakku
“sebentar lagi,,nunggu sampai hilang dulu” pinta Loly.
“aku mau pulang sekarang!”rengekku.
“dasar manja...bersikaplah sedikit dewasa!!”kata James.
Tak kusangka James berkata seperti itu. Semuanya melihat ke arahnya. Seakan tak percaya pada apa yang telah di katakannya.
“kenapa kalian melihatku seperti itu? Ada yang salah?” tanya James tak berdosa.
Aku tak terima dengan ucapannya. Bukan karena tersinggung atau apalah,,tetapi kata-katanya mengingatkanku pada luka lamaku. Luka yang berusaha aku lupakan 6 tahun ini. Aku segera pergi meninggalkan bukit itu. Aku berjalan ke villa dengan perasaan galau. Kenapa James bersikap seperti itu. Apa salahku. Aku bertanya-tanya pada hatiku, mungkin aku telah melukai perasaannya. Tapi aku tidak berkata apa-apa atau berbuat yang sekiranya dapat menyakitkan hatinya.
Aku berlari menuju kamar. Aku mengemasi semua pakaiannku. Aku mau pulang saja. Aku menelpon taksi. Untung taksi segera datang, sebelum semuanya pulang dari bukit. Taksi yang kutumpangi meluncur ke arah selatan dengan kecepatan tinggi. Aku tak peduli berapa rupiah yang harus kubayar. Aku hanya ingin pulang. Aku tak tahan, dengan sikap James. Dia begitu angkuh, dingin, dan tak berperasaan. Mereka semua bahkan tak menghubungiku atau berusaha mencariku. Tetapi, memang aku sengaja mematikan handphoneku.
Sudah tiga minggu sejak pertengkaran itu aku tak pernah mengaktifkan handphoneku atau menemui teman-temanku. Aku menenangkan diri di rumah nenek. Aku tidak mengizinkan orang rumah mengatakan kemana aku pergi. Bahkan aku mengancam pembantuku, jika ada salah satu temanku yang menyusulku ke rumah nenek, dia akan kupecat tanpa pesangon.
Dua bulan sudah aku menjauhi teman-temanku. Aku ternyata rindu juga dengan mereka. Kuputuskan untuk pulang ke Surabaya. Dalam perjalanan pulang aku melihat James bercengkrama dengan seorang cewek cantik. Hatiku sakit..tak sadar aku pun menangis.. tapi kenapa? Apa aku telah jatuh cinta padanya? Tidak mungkin... ...
“hei..Lily!darimana saja kau? Sudah hampir tiga bulan tak dengar kabarmu” tanya Joe ketika aku baru turun dari mobil.
“Ooo,,aku ada urusan di rumah nenek!”kataku datar. Aku tak bisa berkata apa-apa, karena hatiku sedang kacau.
“Handphonemu tak pernah aktif?”tanya Joe lagi
“tak ada sinyal, Joe!” jawabku singkat.
Kutinggalkan Joe begitu saja di teras rumah. Aku masuk ke rumah, lalu ke kamar dan tidur. Berharap semua ini hanya mimpi. Dan ketika aku terbangun, semua kembali normal seperti sebelum pertengkaran itu. Pertengkaran yang tak ku tahu apa penyebabnya.
“Non,,bangun non!”
“ah..bibik ini,,kenapa sich bik, inikan masih pagi!”kataku malas.
“itu non, papi non pulang!”
“hah..papi pulang!” teriakku. Aku langsung melompat dari tempat tidur dan berlari ke bawah.
“hai..anak papi sudah bangun rupanya!
“papi... ... kemana aja sich?”tanyaku sambil memeluk papiku tercinta.
“maaf,,ada tugas mendadak di Singapura. Ada anak perusahaan baru papi di sana yang baru buka.” Jelas papi
Aku menghabiskan hariku dengan papi. Shopping, berenang, jalan-jalan, makan-makan. Pokoknya menyenangkan sekali. Maklum, papi memang jarang pulang ke Indonesia. Dia selalu mengurusi anak perusahaannya yang tersebar seantero jagad. Sedangkan mami, beliau lebih senang menghabiskan waktunya mengelola pusat perbelanjaan di Melbourne, untung kak Anthony mau membantu jadi beliau tidak kesepian dan kerepotan.
“Papi,,aku mau menyusul mami ke Aussie!” pintaku. Entah mengapa aku punya niat seperti itu. Mungkin untuk pelarianku. 
“Boleh,,boleh,,saja! Papi siapkan pesawat pribadi untuk mengantarmu!”kata papi sambil mengelus rambutku.
Betapa senangnya aku mendengar persetujuan dari papi, aku berniat mengadakan pesta perpisahan kecil-kecilan. Entah kenapa aku ingin mengadakannya.
“hallo Joe..kamu kumpulin temen-temen ya..nanti malem jam 20.00 ke rumahku. Aku ada pesta kecil-kecilan!” kataku singkat
“OK..jam 20.00 acara makan-makan ya..!!!” balas Joe dengan aksen konyolnya.
“Iya..sekalian perpisahanku. Aku mau ke Aussie, nyusul mami..!” kataku lagi sambil menutup telpon.
“lho..lho..lho..hallo..hallo..hallooww..!”
Pukul 20.00, semua telah berkumpul di rumahku, kecuali James dan Ellya. Aku menunggunya, dan berharap dia akan datang. Entah kenapa aku ingin sekali bertemu James sebelum aku berangkat ke Aussie. Tak lama kemudian Ellya datang. 
“Aduh..sorry ya teman-teman,,tadi adikku tiba-tiba sakit dan aku harus mengantarnya ke rumah sakit!” jelas Ell
“oh..tak apa-apa,,toh kamu datang juga!”kata Joe.
Lama kutunggu James tak kunjung datang. Entah dia tidak tahu atau tidak mau tahu aku tidak peduli. Yang aku inginkan adalah bertemu James sebelum aku berangkat ke Aussie.
Pesta telah usai. James tidak datang. Tetapi aku tetap menunggunya di depan rumah. Jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aku tertidur di teras.
Dalam kepekatan malam, aku melihat James mendatangiku, membawakanku selimut dan menyelimutiku. Hangat. Tenang. Sungguh perasaan damai yang kurasakan.
“Honey... bangun,,ayo berangkat! Pesawat pribadi sudah menunggumu!” kata papi sambil mencium keningku
Begitu aku buka mataku, aku sudah berada di mobil bersama papi.
“pagi papiku sayang,,!” kataku manja sambil memeluk pinggang papi erat sekali. Seolah tidak akan bertemu lagi.
Pesawat yang membawaku ke Aussie sudah take off. Aku tidak sempat pamitan kepada James. Tetapi aku akan mengirim e-mail padanya. Aku akan minta maaf dan menjelaskan semuanya.
to : james_greece@yahoo.com
James, aku berangkat ke Aussie..bukan untuk menghindarimu atau menjauhimu. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Maafkan aku selama ini mendiamkanmu, mungkin aku sedikit keterlaluan, tetapi aku ingin kamu tahu alasanku. Aku pernah memiliki masa suram dalam perjalanan hidupku. Ini tentang kenaifan masa praremajaku. Aku pernah tersakiti dan aku tidak dapat meluapakannya. Aku bukannya tidak mau menjadi dewasa atau tidak berusaha untuk menjadi gadis dewasa. Tetapi James, aku trauma. Aku harap kamu dapat mengerti dan memaafkan aku. Dan ada satu lagi, mungkin ini sedikit keterlaluan,,setelah aku berpikir dan merenung,,ternyata aku menciantaimu...maafin aku ya James,,selamat tinggal!!!
Kukirim pesan itu. Kemudian tiba-tiba...
Dddhhhuuuuaaaaaarrrrrrrrrr…………………………………
Gelap...dingin...sunyi...
HEADLINE NEWS
“PESAWAT PRIBADI YANG DITUMPANGI PUTRI PENGUSAHA TERNAMA, LEX LUTHOR, MELEDAK DI ATAS SAMUDERA HINDIA”
Berita yang cukup menggemparkan bukan??. Saat James membuka e-mailnya, tepat ketika James membaca headline tersebut.
“Tidaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk... ...”!
2 tahun kemudian,,,
James tidak datang di acara pemakaman Lily. Dia pergi ke Aussie. Dia berniat melanjutkan studynya di Universitas terkemukan di sana. Setiap tanggal 4 November, James selalu pergi Port Headland. Untuk memperingati ulang tahun sekaligus hari kematian wanita yang selama ini tetap dicintainya, Lily. Dia menghabiskan waktu di pantai,,,hanya untuk memandang laut dan angkasa yang telah merenggut wanita yang dicintainya.
“Lily,,,seandainya aku tidak terlambat, seandainya aku tidak terlalu angkuh untuk mengakui perasaanku, seandainya aku tahu isi hatimu,,,”
Lama sekali James terbenam dalam lamunannya. Setetes, dua tetes, bertetes-tetes air mata tidak dapat membuat Lily hidup kembali. Dua menit cukup untuk mengukir kenangan, tetapi 2 tahun tidak cukup untuk menghapusnya.
“Lily...aku mencintaimu... ... ...!!”
“Sudah terlambat, James. Bahkan Tuhan pun tahu itu!”  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar